oleh

GMIM Anak Tirikan Dua Tokoh Ini

TOPMANADO.COM-Geliat politik Minahasa Utara jelang Pilkada 9 Desember 2020 makin liar.

Kontestasi yang sedianya di ikuti 3 pasangan calon (paslon) ini terdapat figur-figur terbaik dari GMIM.
Adalah Joppy Lengkong yang pada periode lalu sebagai wakil bupati Minahasa Utara dan saat ini kembali mencalonkan diri berpasangan dengan Sompie Singal yang juga adalah panglima Panji Yosua rayon Minahasa utara.
Netty Agnes Pantouw anggota DPRD provinsi Sulawesi utara (Sulut) yang berpasangan dengan Shintya Rumumpe sebagai calon wakil bupati dan juga sebagai bendahara kaum ibu sinode GMIM.

Belakangan kiprah dua tokoh ini seakan tidak mendapat restu dari gerejanya sendiri. Hal ini nampak dalam berapa kegiatan gereja selalu terpampang gambar dari salah satu paslon (JG-KWL),pun dalam setiap ibadah dan doa pengutusan hanya di khususkan bagi paslon ini.

Hal sangat bertentangan dengan aturan GMIM dan gereja pada umumnya,dengan condong pada salah satu paslon yang diketahui adalah menantu dari Ketua Sinode GMIM (KWL) sementara Joune Ganda sendiri kawin cerai.

Sementara itu Leo Kalempouw seorang warga GMIM menyampaikan kekecewaannya,akan hal-hal yang di lakukan oknum yang dengan sengaja memanfaatkan nama besar institusi gereja

“Sebagai warga GMIM dari lahir saya sudah anggota GMIM, dan keluarga saya juga adalah seorang pelayan sampai saat ini saya merasa sangat-sangat tidak mendidik para pelayan khusus menjalankan kegiatan-kegiatan saat ini, menjelang pilkada ini menggunakan atribut institusi Gereja, dengan menjalankan salah satu calon, ini yang sangat menyakitkan saya dan keluarga saya dari kecil saya duga menjadi sebagai warga GMIM dan keluarga saya juga sebagai pelayan sangat merasa ternyiu, mau di bawah kemana GMIM ini dengan hal-hal seperti ini, ini juga dapat memecah belah GMIM dapat memecah belah keluarga, karena ada beberapa pihak dan ini juga sudah terjadi di jemaat kami, ada beberapa pihak menurut mereka pada waktu membagikan diakonia, akan tetapi pada dasarnya pemberian dari calon atau paslon tertentu membawah nama institusi bahkan membawah kelembagaan GMIM. Dan pada saat pemberian mereka adalah pelsus di jemaat gmim itu memilih-milih orang. Jadi meurut mereka orang-orang yang tidak mendukung paslon tersebut itu tidak di beri, menurut mereka itu diakonia. Dan menurut saya juga sebagai warga GMIM saya merasa dengan begitu menurut beberapa keluarga yang menerima, menurut mereka diakonia dari gereja, ternyata greja GMIM itu kaya. Jadi kalau begitu kami menghimbau untuk jemaat jangan lagi memberi sentralisasi kepada sinode GMIM, ternyata kaya bawah atas nama gereja, membawah nama-nama gereja pada keluarga tertentu, dan ini menurut mereka, mungkin ini menjadi alibi mereka itu pemberian mereka dana dari gmim dari institusi GMIM dari Gereja,” ungkapnya

Aturan gereja yang pantang berpolitik bahkan anti menokohkan seorang yang kawin cerai seakan tak ada dan hanya di anggap tertulis tanpa harus di laksanakan.

Hal inipun membawa potensi perpecahan dalam gereja yang seyogyanya menggaungkan partisipatif dalam pilkada damai.

(Redaksi)